Beredar Luas hampir banyak di semua media sosial.
tentang BUPATI VS 50000 MASYARAKAT PATI.
mungkin hanya permintaan maaf dari seorang bupati yang dbayar di gajih oleh masyarakat tapi malah menantang masyarakat.
itu lah kaliamat yang pantas untuk seorang bupati di pati jawa tengah.

“HADUH” cuman ungkapan itu yang bisa terucap,
baru saja menjabat jadi bupati sudah se enak jidat memakasakan segala sesuatu keputusan.
tanpa tidak mengetahui keadaan situasi masyarakat pati.
Dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bupati Sudewo mengumumkan penyesuaian tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB‑P2) hingga 250%.
untuk makan biaya sekolah pekerjaan penghasilan pendapatan rakyatnya emang tidak di tijaun??
kadang aneh aneh aja punya pemikiran kalau rakyat sejahtera pekerjaan banyak umr naik pendapatan naik petani makmur
bapak bupati mau naikan 300% masyarakat bapak tidak akan menolak pak.
TANGGUNG JANGAN 250% 500% PAK BUPATI!!!!
yu kita intip
profil lengkap nya bupati yang paling merakyat ini.
Nama: H. Sudewo, S.T., M.T.
Tanggal Lahir: 11 Oktober 1968, Pati, Jawa Tengah
Latar Belakang Pendidikan:
S1 Teknik Sipil dari Universitas Sebelas Maret (UNS), 1993.
S2 Teknik Pembangunan dari Universitas Diponegoro (UNDIP), 2001
perjalanan politik sang bupati.
Anggota DPR RI dua periode (2009–2013 & 2019–2024) mewakili Partai Gerindra.
menajadi bupati : Resmi dilantik sebagai Bupati ke‑42 pada 20 Februari 2025.
Sudewo bukan nama baru di dunia politik. Ia adalah politisi dari Partai Gerindra yang telah dua kali duduk di DPR RI. Latar belakang pendidikannya yang solid di bidang teknik—Sarjana Teknik Sipil dari UNS dan Magister Teknik Pembangunan dari UNDIP—memberinya fondasi untuk memahami pembangunan fisik dan tata kelola wilayah. Namun, keberanian dan ketegasannya justru menjadi pedang bermata dua ketika ia menerapkan kebijakan pajak yang dinilai membebani masyarakat.
Sudewo mengumumkan rencana kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen. Ia beralasan bahwa tarif PBB di Pati sudah tidak pernah naik selama 14 tahun, sementara kebutuhan pembangunan daerah meningkat. Dalam pandangan Sudewo, penyesuaian ini diperlukan untuk meningkatkan kemandirian fiskal daerah dan memperkuat infrastruktur publik.
Namun kebijakan itu menuai reaksi keras dari masyarakat. Banyak warga, terutama petani dan pedagang kecil, merasa terbebani. Dalam waktu singkat, seruan demonstrasi bermunculan, dengan jumlah massa yang diprediksi mencapai 50.000 hingga 100.000 orang. Aksi ini tidak hanya terjadi di depan kantor bupati, tetapi juga meluas ke med
enanggapi gelombang protes, Sudewo akhirnya meminta maaf secara terbuka. Ia mengklarifikasi bahwa kenaikan 250 persen adalah angka maksimal dan tidak akan dikenakan merata. Meski begitu, untuk meredam kemarahan publik, ia akhirnya membatalkan kebijakan tersebut dan mengembalikan tarif PBB ke angka semula.
Namun, pembatalan itu tidak serta merta meredam gejolak. Tuntutan demonstrasi bergeser: bukan hanya membatalkan pajak, tapi juga mendesak agar Bupati mundur dari jabatannya. Dalam beberapa pernyataan lanjutan, Sudewo mencoba meredakan situasi dengan mengaku siap berdialog dengan warga dan memperbaiki komunikasi publik yang sebelumnya kurang baik.
Kisah Sudewo ini mencerminkan dilema klasik dalam kepemimpinan daerah: antara kebutuhan untuk memperkuat anggaran pembangunan dan kepekaan terhadap kemampuan ekonomi masyarakat. Di satu sisi, keberanian mengambil keputusan tidak populer adalah ciri pemimpin yang visioner. Namun di sisi lain, keterampilan komunikasi, empati sosial, dan pelibatan publik menjadi sangat penting untuk mencegah ledakan ketidakpuasan.
ia sosial, yang memperbesar tekanan publik terhadap Sudewo.
Kini, masa depan politik Sudewo masih menjadi teka-teki. Apakah ia akan bangkit sebagai pemimpin yang belajar dari kesalahan, ataukah popularitasnya akan terus merosot di tengah krisis kepercayaan publik? Yang jelas, kisah ini menjadi pelajaran penting bahwa membangun daerah tak cukup hanya dengan niat baik dan data statistik tetapi juga harus dibarengi sensitivitas sosial dan komunikasi yang inklusif.
MARI KITA SAKSIKAN TANGGAL 13 AGUSTUS
RAKYAT PATI BERSUARA.
baca juga : Pembelajaran Sejak Dini
baca juga : perbedaan anak zaman dulu dan sekarang
baca juga : Tingginya Polusi udara jakarta dan Bandung