Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memegang peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Sebagai pengelola aset publik bernilai ratusan triliun rupiah, BUMN diharapkan menjadi motor pembangunan sekaligus sumber pendapatan negara. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kinerja sebagian BUMN mendapat sorotan tajam, termasuk dari Presiden Prabowo Subianto.
Dalam sejumlah forum resmi, Prabowo mengkritik keras praktik yang dianggap tidak efisien, boros, dan terlalu bergantung pada Penyertaan Modal Negara (PMN). Kritik ini bukan sekadar teguran, tetapi juga seruan untuk mempercepat reformasi dan memperkuat profesionalisme pengelolaan BUMN.
PEMBERHENTIAN TANTIEM.
Dalam acara International Conference on Infrastructure 2025, Prabowo menyoroti fenomena BUMN yang terlalu mengandalkan PMN—dana segar dari APBN yang seharusnya digunakan untuk memperkuat modal usaha.
Ia menyatakan, “Sering kali BUMN merasa kalau kerjanya lambat tidak apa-apa. Kalau nanti dia boros, tidak apa-apa, karena ada PMN, PMN, PMN, apa ini PMN-PMN ini?”
Pernyataan ini mencerminkan keprihatinan bahwa BUMN tidak cukup terdorong untuk mencari efisiensi atau meningkatkan produktivitas, karena selalu ada suntikan dana pemerintah sebagai “penyelamat” ketika kinerja tidak optimal.
Prabowo bahkan membandingkan kinerja BUMN dengan sektor swasta, termasuk asing, yang dinilai lebih efisien, modern, dan tepat waktu. Ia menilai peran swasta dalam pembangunan infrastruktur harus diperluas untuk mendorong kompetisi sehat.Selain masalah keuangan, Prabowo menekankan pentingnya reformasi pada level manajemen. Dalam Town Hall Meeting Danantara, ia menegaskan bahwa direksi yang malas, tidak berprestasi, atau menyalahgunakan fasilitas harus segera diganti.
Menurutnya, posisi direksi BUMN bukan hadiah politik, melainkan amanah profesional yang harus diisi oleh individu berintegritas tinggi dan memiliki rekam jejak kinerja yang kuat. Ia menolak pendekatan nepotisme atau penempatan pejabat berdasarkan latar belakang politik, suku, atau agama.
Kritik ini sejalan dengan tuntutan publik akan tata kelola yang baik (good corporate governance) di BUMN, yang mencakup transparansi, akuntabilitas, dan orientasi pada hasil.
Untuk mengakselerasi pengelolaan aset dan investasi, pemerintah membentuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Dananta

ra). Prabowo menilai lembaga ini dapat menjadi kendaraan strategis untuk mengoptimalkan aset negara secara profesional.
Namun, pembentukan Danantara juga memicu diskusi publik tentang akuntabilitas. Hingga kini, pengawasan terhadap Danantara belum sepenuhnya jelas, terutama terkait peran BPK dan KPK. Beberapa pengamat memperingatkan potensi risiko jika transparansi tidak dijaga, merujuk pada kasus skandal keuangan di luar negeri seperti 1MDB.
Kritik Prabowo terhadap BUMN dapat diurai menjadi beberapa isu:
Ketergantungan pada Dana Negara – PMN yang seharusnya menjadi modal strategis sering dipakai untuk menutup kerugian atau pemborosan.
Budaya Kerja Kurang Kompetitif – Beberapa BUMN bergerak lambat karena tidak tertekan oleh persaingan pasar.
Kurangnya Profesionalisme Manajemen – Penempatan direksi masih kerap dipengaruhi faktor non-profesional.
Kurang Efisiensi dalam Proyek Infrastruktur – Biaya membengkak dan penyelesaian proyek yang terlambat menjadi catatan berulang.
Pengawasan yang Lemah terhadap Lembaga Baru – Reformasi kelembagaan tanpa sistem pengawasan yang memadai berisiko menimbulkan masalah baru.
Berdasarkan kritik dan analisis tersebut, ada beberapa langkah strategis:
Penguatan Audit Kinerja
BUMN harus menjalani audit kinerja independen secara berkala, dengan hasil yang dipublikasikan untuk menjamin akuntabilitas publik.
Reformasi Budaya Organisasi
Membangun mentalitas kompetitif dan hasil-orientasi di semua level karyawan, dengan sistem insentif berbasis kinerja.
Seleksi Direksi Transparan
Membuka proses seleksi manajemen puncak kepada publik dengan kriteria yang jelas dan bebas intervensi politik.
Pengurangan Ketergantungan PMN
Mendorong diversifikasi sumber pendanaan, termasuk melalui kemitraan dengan sektor swasta dan penerbitan obligasi korporasi.
Pengawasan Lembaga Baru
Menetapkan mekanisme pengawasan Danantara oleh lembaga negara independen untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan.
Meski arahan Prabowo jelas, implementasi reformasi BUMN bukan perkara mudah. Beberapa tantangan yang mungkin dihadapi antara lain:
Resistensi Internal – Perubahan budaya kerja memerlukan waktu dan sering menghadapi perlawanan dari internal.
Intervensi Politik – Penempatan jabatan strategis yang sarat kepentingan politik dapat menghambat profesionalisme.
Keterbatasan Kapasitas SDM – Tidak semua BUMN memiliki tim manajemen dengan kompetensi internasional.
Transparansi Publik – Publikasi laporan keuangan dan kinerja sering tertunda atau tidak lengkap.
baca juga : Usaha Lobster Potensi Ekonomi dan Tantangan
baca juga :Kebahagiaan Anak Fondasi masa depan
baca juga :Seni Lukis Media Pengembangan Emosi anak

Kritik Presiden Prabowo Subianto terhadap BUMN merupakan dorongan untuk mempercepat reformasi dan mengakhiri praktik tidak efisien yang membebani keuangan negara. Fokusnya pada efisiensi, profesionalisme, dan akuntabilitas mencerminkan keinginan agar BUMN menjadi entitas yang mampu bersaing di level global.